Rabu, 27 April 2011

Bayangmu Terbangkan Sadarku

Bayangmu terbangkan sadarku

by Elisabet Enny Ernawati on Tuesday, August 10, 2010 at 11:32pm
Pagi itu Mama belum juga datang, sendiri ku hanya terdiam ditemani pagi. Suster Meli datang dengan wajahnya yang selalu hangat.
“Pagi Lisa... Bagaimana hari ini? Kamu nampak lesu. Kenapa? Bisa tidur semalam?” Sapa Suster manis yang setiap pagi atau sore menyapaku dengan senyum yang selalu manis dan menenangkan hati.
“Lisa pusing Sus! Lisa nggak tau, tadi malam bayang-bayangnya hadir dalam mimpi dan membuatku takut.”
“Ya udah sering-seringlah berdoa dan jangan memikirkan dia terus ya!Mamamu hari ini datang kan?Eh....kata dokter besok kamu boleh pulang dan istirahat di rumah lo”
“Oh ya?Wah Lisa pengen banget ke sekolah Sus. Lisa kangen ma tim basket Lisa dan teman-teman Lisa yang hobi banget ngerjain adik kelas. He...he...” Aku tertawa sambil mengingat memori-memori indah yang membuat senang
“Oh ya Lisa kalau Suster boleh tau kamu tu dulu kenapa kok bisa ada di rumah sakit ini. Kata dokter Anton ceritamu seru ya!Suster juga mau tau langsung dari kamu ni. Ya, kalau Lisa nggak keberatan. Sambil nunggu Mamamu datang.”
“Emang Suster Meli nggak ada kerjaan?”
“Nggak ada pagi, kan tugas Suster sudah selesai, dan bentar lagi mau pulang. Tapi masih ada waktu untuk cerita dan nemenin kamu.”Suster Meli memohon dengan penuh harapan dan aku pun seakan tak mampu menolak pintanya.
“ceritanya begini sus. Pagi itu hari baru bagiku. Aku telah melalui berbagai tes yang memusingkan kepala ini. Akhirnya aku naik kelas juga. Hari yang baru ini aku rindu untuk berubah, berubah lebih tenang. Perubahan itu muncul dalam otak ini karena aku sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Tingkat paling tinggi di sekolah menengah.
Aku menyadari semua teman atau tim basket yang aku banggakan itu kadang sering buat masalah di sekolah. Kami sering banget ngerjain anak-anak baru dan tak jarang pula kami ngerjain guru. Aku sering tertawa jika aku ingat wajah guru sejarahku yang dikerjain sama teman-teman di kelasku. Di kelasku juga ada anak yang bernama David. David paling takut sama ulat. Apalagi kalau ulat itu berbulu. Wah, wajah dan tubuhnya bisa gemetar. Pernah suatu hari aku sedang berjalan-jalan di belakang kelas, dan aku melihat ulat pohon sirsak yang gede banget, aku manjat dan aku ambil ulat itu. Saat itu yang aku ingat adalah wajah David yang polos dan kata teman-teman udik, tidak seimbang sama namanya, David Surya Dinata. Nama ningrat tapi bodi mlarat. Itu kata teman-teman lo sus.”
“Trus dia yang buat kamu pingsan?”
“Ye suster terbalik bukan aku yang pingsan tapi dia, he....he...Tau nggak setelah ulat itu aku ambil aku masuk ke kelasnya David. Aku datang padanya dengan wajah manisku, aku senyum dulu dan ulat itu aku sembunyikan di belakang tubuhku. Dia nanya, ‘ngapain kamu senyum-senyum tumben maen ke kelasku, eh cewek aneh kamu kenapa?’ aku jawab nggak...aku kangen aja ma kamu aku dan mau ngasih kamu ini. Aku menunjukan ulat bulu yang super besar. Dia berteriak keras sekali dan lari ke ruang BK (Bimbingan Konseling), aku tidak sadar kalau dia masuk di ruang yang sering membuat aku terhakimi. David bersembunyi di belakang tubuh Bu Tini. Guru BK yang selalu sabar menghadapi kenakalanku. Gara-gara David pake acara pingsan aku dapat hukuman dari Bu Tini, aku diperbudak, dengan membersihkan WC siswa yang super bau setiap hari selama seminggu. Wuh...waktu itu aku stress banget dan pusing, tapi belum kapok sich”
“Ha..ha...kamu memang iseng banget ya Lis, aduh-aduh suster nggak nyangka, cewek semanis kamu sering buat ulah di sekolah. Terus ceritanya gimana lagi.”
“Ya, makanya sejak masuk kelas 3 aku belajar untuk tenang. Ok kejadian kenapa aku sampai masuk rumah sakit ini karena aku selalu didatangi sosok yang tidak asing. Berawal dari pagi yang tidak pernah aku duga. Sahabatku yang bernama Ria datang dan membuat aku kaget. Waktu itu wajah Ria pucat.”
“Kenapa?”
“Dia melihat kecelakaan 2 adik kelas kami. Randi dan Reno kecelakaan pagi itu. Kondisi Randi cukup parah, dia patah tulang pada tangan kanannya, tapi Reno dia lebih tragis, dia meninggal langsung di tempat kejadian. Waktu itu Ria ada dalam mobilnya dan melihat wajah Reno sudah hancur. Itu yang membuat Ria pucat.” Aku terdiam sejenak. Badanku lemas jika teringat cerita itu.
“Terus apa hubungannya sama kamu Lisa?”
“Siang itu juga semua teman dan guru datang ke rumah Reno untuk berbelasungkawa. Reno itu anak yang tidak terkenal, hanya teman-teman satu angkatannya saja yang kenal dia. Aku saja sebagai senior pramuka tidak pernah tahu yang mana anak kelas 2.3 yang bernama Reno. Jadi aku dan teman malas untuk datang berbelasungkawa. Menurut kami dia tidak penting, lebih baik kami ke kafe langganan kami dan ngerumpi di sana, mumpung pulang awal. Akhirnya aku dan tim basketku main ke kafe dan makan-makan. Sepuluh hari kemudian aku diminta datang ke BK untuk mengambil buku. Aku lihat bu Tini memandangi sebuah foto, aku mendekat padanya dan bertanya itu foto sapa bu? Bu Tini bilang ini foto Reno. Aku sangat terkejut, ternyata Reno adalah cowok yang setiap pagi berjalan di depanku dan selalu melihat aku dengan tersenyum. Pria yang tampan tapi tidak terlalu populer karena dia tidak aktif dalam bidang apapun.”
“Berarti kamu kenal dan tahu anak itu, tapi kenapa kamu tidak berbelasungkawa ke rumahnya?”
“Itulah sebabanya suster aku akhirnya dirawat di tempat ini. Wajah Reno terus hadir dalam setiap waktuku, sering sekali aku tiba-tiba pingsan dan pikiranku kosong. Kata teman-temannya dulu Reno pernah suka sama aku. Tapi Reno hanya diam, karena gengku sangat terkenal dan ditakuti sama setiap adik kelas. Hingga suatu hari aku pingsan dan tidak bisa tersadar di sekolah. Aku di bawa ke rumah sakit umum dekat sekolah, namun sia-sia, karena terbatasnya alat-alat yang ada aku belum bisa diselamatkan. Jam 12 malam aku divonis meninggal, semua orang panik. Hingga aku di bawa ke rumah sakit ini, tapi diperjalanan dalam ambulance aku meninggal. Pada saat itu aku seperti berada dalam padang rumput yang hijau. Aku dikelinggi orang-orang berjubah hitam dan putih, tepat di hadapanku aku melihat Reno. Dia terus tersenyum dan mengajakku pergi, namun aku menolaknya, karena aku merasa aku tidak menggenal dia. Aku berlari, namun sia-sia. Padang hijau itu luasnya tak terbatas. Aku tersungkur dan menangis. Hingga aku melihat ada Tangan besar dan putih meraihku. Aku tidak dapat menatap wajahnya, karena seperti sinar terang. Dia memperlihatkan semua perbuatanku yang jahat, dia memperlihatkanku wajahku yang pucat dan dikelilingi orang tua dan kakakku. Aku melihat mayatku. Namun, Mama dengan sekuat tenaga berteriak pada Tuhan meminta nyawaku kembali. Aku tahu itu sangat menyakitkan baginya. Tuhan mendengar pintanya. Tangan besar yang menuntunku itu memintaku untuk kembali ke ragaku dan aku harus bertobat dan kembali ke jalan yang benar, karena memang waktuku belum selesai.”
“Wow...kamu bertemu Tuhan Lisa?”
“Tuhan itu baik, pada keadaan aku kotor dan jahat, Dia masih mau menemuiku Sus. Sampai akhirnya aku tidak sadar selam tiga hari. Ternyata alam kekal dan dunia ini berbeda waktu. Saat aku ada di padang hijau yang sangat luas, aku merasa hanya sebentar. Tapi ternyata 3 hari. Sejak hari itu aku bertobat Sus, aku minta ampun pada Mama dan Papa. Aku minta maaf ke semua teman-teman.” Air mata ini tidak tertahan setiap aku menceritakan kejadian bersama Reno dan saat itu juga Mama datang.
“Kamu kenapa Lisa?” Mama bertanya dengan wajah yang resah karena melihatku menangis.
“Nggak kenapa-napa Ma, Mama kok lama datangnya?”
“Pagi Ibu, saya dan Lisa tadi bercerita, dan karena ibu sudah datang maka saya akan pulang. Ok Lisa, Suster Meli sangat senang mendengar ceritamu. Kamu anak yang luar biasa. Suster doakan kamu segera pulih, dan ingat jangan jahil lagi ya.” Suster Meli meninggalkan aku dan Mama
Mama lama datang karena ternyata Mama menyelesaikan urusan administrasi di rumah sakit. Sekali lagi aku membuat Mama sedih karena uangnya habis untuk pengobatanku. Dokter bilang aku tidak sadar dan koma karena ada penyumbatan di jantung. Hari itu aku sudah boleh pulang. Aku sangat lega dan berantusias untuk kembali ke sekolah, karena 2 minggu lagi ada tes semester 1.
Hari berlalu terlalu cepat, setiap hari aku harus menelan pahitnya obat-obatan. Di sekolah aku belum boleh ikut basket. Padahal hanya itu yang buat aku senang dan bersemanggat. Aku mulai sadar, ternyata menjadi seseorang yang lemah dan tidak populer itu tidak enak. Sejak aku sakit, aku harus keluar dari tim basket dan pramuka. Orang tuaku cukup tegas melarang aku ikut 2 kegiatan itu. Padahal dari 2 kegiatan itu aku bisa punya banyak teman dan aku bisa dikenal orang. Di kelas aku lebih sering diam dan berubah, hal itu yang membuat teman-teman malas dekat aku, karena kata mereka aku aneh, sudah tidak mau lagi di ajak berbuat jahil. Bahkan temn-teman selalu tertawa saat melihat aku berdoa dan tenang. Mereka sering menghina dan mencaci aku.
Semua yang dulu indah telah berubah. Namun aku tidak menyesal. Bayang Reno yang pernah menerbangkan sadarku beberapa tahun lalu, telah membuat aku bertobat dan kembali pada Tuhan. Aku telah kehilangan hal-hal yang menurutku baik, tapi aku percaya suatu hari aku akan meraih semua yang terbaik. Harapanku telah terbukti. Aku memandangi wajah Hendra dengan hati yang bangga. Kami akan bertunangan akhir tahun ini, karena setelah lulus SMA dan Lulus S1 aku bertemu dengannya dalam rumah ibadah. Dia pria yang baik, bahkan aku percaya dia yang terbaik dari Tuhan. Karena dia kekasih pertama dan akan menjadi yang terakhir dalam hidupku.
**** Selesai ****
Semarang, 20 September 2008
Sebuah memori dan impian
Karena cerita ini 50% nyata, 10 % khayalan dan 40% impian
Untuk para sahabat
Dari Enny Ernawati
ennyyang@yahoo.co.id
i believe i can fly....heheheheh
· · S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar